Skip to content Skip to footer

Casuals: Antara Mode Berpakaian dan Identitas Suporter Kesebelasan

Sepak bola bukan hanya sekedar menjadi olahraga belaka, sebab dibelakangnya pun banyak merekam dan melahirkan beberapa fenomena yang layak untuk dibicarakan. Terlebih lewat pembahasan kali ini, merujuk ke ‘Casuals’ ialah di mana sebuah sub-kultur yang lahir dari olahraga sepak bola turut menjadi identitas bagi para fans atau suporter lewat atas nama dan kecintaan terhadap tim sepak bolanya.

Dok. 80s Football Casuals

Nggak hanya itu, Casuals juga sering dikaitkan dengan gerombolan para suporter yang memang modis secara sadar kendati pada hakikatnya mereka juga berasal dari kelas pekerja. Ok, sebelum terjun ke pembahasan lebih lanjut alangkah baiknya kita bersama-sama untuk mengenal dan mengetahui rekam jejak sejarah dan budaya dari si suporter yang lahir dari negara Britania Raya ini, selengkapnya di bawah ini!


Asal Muasal Titik Terbit

Sub-kultur Casuals dapat dikategorikan menjadi sebuah budaya dalam cabang olahraga sepak bola yang identik dengan hooliganisme dan gaya berpakaian dengan merk dan harga yang mahal. Singkatnya, pada akhir dekade tahun 70-an di Britania Raya, banyak suporter klub-klub sepak bola mulai mengenakan pakaian bermerk dengan harga mahal untuk menghindari perhatian dari aparat kepolisian.

Mereka nggak lagi mengenakan atribut-atribut berlogo klub kesayangan, namun bukan tanpa alasan, hal tersebut mereka lakukan untuk tidak dikenali alias nyaru, sehingga lebih mudah untuk menyusup ke kelompok musuh atau masuk kedalam pub dan bar. Terlebih, kultur gaya berpakaian para Casuals juga banyak dipengaruhi oleh berbagai jenis aliran musik, seperti Oi!, Mod, dan Ska.

Mode Gaya dan Identitas

Untuk Casuals sendiri, berpakaian modis dan terkenal serba mahal bukan hanya sekedar gaya bebas yang mereka pilih, terlebih apa yang mereka kenakan turut menjadi sebuah identitas pendukung tim kesebelasan di dalamnya. Seperti kita berbicara perihal akhir dekade 80-an dan berganti ke 90-an awal, mereka cenderung menyukai scene Madchester (The Stone Roses), Britpop, dan Rave.

Asal-usul budaya Casuals sendiri dapat dilihat dalam sub-kultur Mod pada awal 60-an. Para pemuda pengikut sub-kultur Mod mulai membawa gaya berpakaiannya ke dalam ranah sepak bola, begitupun dengan pengikut-pengikut sub-kultur lain seperti Skinhead yang juga membawa gaya berpakaiannya ke dalam olahraga sepak bola. 

Dok. 80s Football Casuals

Ditandai dengan kebangkitan sub-kultur Mod pada akhir 70-an, Casuals mulai tumbuh dan berubah setelah pendukung kesebelasan Liverpool memperkenalkan brand fashion Eropa yang mereka peroleh saat menemani klub kesayangan mereka bertanding melawan klub Perancis, Saint Etienne.

Berlanjut ketika para pendukung Liverpool yang menemani klub kesayangan mereka menjalani laga melawan klub-klub Eropa, sembari pulang ke Inggris dengan membawa pakaian-pakaian bermerk dari Italia dan Perancis yang mereka dapatkan dari hasil menjarah toko-toko.

Dok. 80s Football Casuals

Pada saat itu, para polisi masih fokus kepada para pendukung yang bergaya Skinhead dengan sepatu bot khasnya, Dr. Martens, dan tidak memperhatikan para penggemar yang menggunakan pakaian-pakaian mahal karya desainer-desainer ternama. 

Para pendukung Liverpool kemudian membawa lagi merk-merk pakaian yang tidak pernah dijumpai sebelumnya di Inggris, dan para pendukung klub-klub lain pun juga ikut mulai memburu merk-merk Eropa yang masih langka di Inggris. Adapun para pendukung Liverpool yang masih identik pada saat itu dengan mengenakan Lacoste Shirt dan Adidas Training hingga saat ini. 

Dok. 80s Football Casuals

Berikut label pakaian yang terkait dengan Casuals pada tahun 1980 yang berhasil dirangkum meliputi: Edinburgh Woollen Mill, Fruit of the Loom, Fila, Stone Island, Fiorucci, Pepe, Benetton, Sergio Tacchini, Ralph Lauren, Henri Lloyd, Lyle & Scott, Adidas, CP Company, Ben Sherman, Fred Perry, Lacoste, Kappa, Pringle, Burberry, dan Slazenger.

Budaya Away Days

Dengan semangat yang membara untuk mendukung tim kesayangan, para suporter Casuals juga dikenal dengan kultur ‘Away Days‘, atau yang lebih akrab disapa bertandang ke stadion atau markas lawan.

Dengan mengikuti laga away days ini mereka tentunya sering melakukannya dengan gaya, mengenakan pakaian khusus tandang dan membawa spanduk atau bendera klub kebanggaan mereka. Pastinya ini turut menciptakan atmosfer yang unik dan sering kali penuh semangat di stadion lawan.

Perubahan Casuals di tahun 90-an

Pada pertengahan 1990-an sub-kultur Casuals mengalami kebangkitan besar, tetapi penekanan pada gaya berpakaian telah sedikit berubah. Banyak para penggemar sepak bola mengadopsi Casuals tampak sebagai semacam seragam, mengidentifikasi bahwa mereka berbeda dari pendukung klub biasa. 

Namun, pada akhir tahun 90-an banyak pendukung sepak bola mulai bergerak menjauhi merk-merk yang dianggap seragam Casuals, karena polisi mulai memperhatikan tindak tanduk dari para Casuals.

YouTube: OasisOfficialMusic

Fenomena ini juga membuat kesinambungan lewat casual fashion dan musik, sebab berhasil mengalami peningkatan popularitas di tahun 2000-an, ketika beberapa band-band Inggris seperti The Streets, Blur, The Stone Roses, atau mungkin Oasis di tahun 90-an yang gue tahu Gallagher Brothers adalah seorang fans Manchester City dan turut menggunakan pakaian kasual olahraga dalam video musik mereka.

Ditambah lagi seperti yang udah gue pernah bahas pada artikel sebelumnya terkait, ‘Lewat Cinta dan Fanatisme, Deretan Film Berlatar Kekisruhan Suporter Sepak Bola!‘ budaya Casuals pun telah diangkat ke dalam media visual seperti film-film dan program televisi seperti The Firm, Green Street Hooligans, dan The Football Factory.

Dampak di Luar Stadion

Brand pakaian yang mereka kenakan sering kali mendapatkan popularitas yang signifikan, dan beberapa dari mereka telah menjadi merk ikonik dalam budaya pop. Selain itu, sub-kultur ini juga telah mempengaruhi gaya berpakaian jalanan dan fashion di seluruh dunia.

Pada tahun 2000-an, label pakaian yang terkait dengan pakaian Casuals termasuk: Stone Island, Adidas Originals, Lyle & Scott, Fred Perry, Armani, Three Stroke, Lambretta, Pharabouth dan Lacoste. Menjelang akhir dekade 2000-an banyak Casuals yang menggunakan label-label independen seperti Albam, YMC, A.P.C., Folk, Nudie Jeans, Edwin, Garbstore, Engineered Garments, Wood Wood dan Superga. Tetapi, merk besar seperti Lacoste, Ralph Lauren dan CP Company masih popular di kalangan para Casuals.

Bisa dikatakan Casuals adalah sub-kultur yang unik dalam dunia sepak bola yang menggabungkan mode, identitas klub, dan semangat dalam mendukung tim. Meski kontroversial, mereka memiliki peran penting dalam menciptakan atmosfer di stadion dan menghasilkan rekam jejak budaya pop yang sangat menarik.


Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, para Casuals pun kini tidak lagi terpaku pada brand ternama. Hal tersebut berdasar atas arti casual itu sendiri, yang berarti pakaian yang nyaman untuk dipakai.

Green Street Hooligans yang dirilis di tahun 2005.

Fashion kini tidaklah begitu kami perhatikan, yang penting pakaian itu nyaman, simple dan enak dipakai saat ada pertarungan sekalipun.

— Ucap seorang Casuals, dilansir dari Vice.com